Senin, 11
Maret 2013
Era
perdagangan bebas berpotensi mengancam kelangsungan hidup perekonomian
Indonesia sehingga harus disikapi secara hati – hati oleh pemerintah. Indonesia
harusnya membuka pintu bagi pasar bebas ketika pondasi industri dalam negri
sudah kokoh dan siap bertarung secara global seperti yang dilakukan oleh jepang
dan amerika serikat.
Doctor
termuda bidang hokum perdagangan internasional dari fakultas hukum UI, Arlawan
Gunadi. Mengungkapkan di era globalisasi dan dunia tanpa batas / borderless
dewasa ini, Indonesia tidak bisa menghindari perjanjian perdagangan bebas, baik
bilateral, regional, maupun multibilateral. Sayangnya, Indonesia belum mendapat
benefit dari perjanjian tersebut khususnya dalam lingkup ASEAN – China Free
Trade Agreement ( ACFTA ) yang berlangsung sejak 1 januari 2010.
Awalnya
perjanjian perdagangan bebas diharapkan mampu menyejahterakan rakyat. namun,
yang terjadi malah sebaliknya, merugikan Indonesia. Perdagangan bebas, malah
menyuburkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mempersempit lapangan kerja
karena banyak industri kecil gulung tikar akibat kalah bersaing di pasar local
dengan industri asing. Akibatnya, pekerja yang kehilangan mata pencaharian 7,5
juta jiwa. Itu berarti, angka pengangguran terbuka mencapai sekitar 8,9 juta.
Bahkan akan membengkak menjadi 17,8 juta orang.
Senin, 11
Maret 2013
Indonesia tengah berusaha
meningkatkan kinerja produksi dalam negeri, khususnya meningkatkan kemandirian
usaha melalui berbagai kebijakan ekonomi (kredit usaha kecil, PNPM mandiri,
kredit Usaha Tani, dan berbagai subsidi pemerintah untuk menumbuhkan ketahanan
ekonomi dalam negeri). Upaya tersebut di atas ditujukan untuk melahirkan
efisiensi ekonomi dalam negeri, sehingga pengusaha lokal mampu meningkatkan
skala ekonomi yang pada akhirnya mampu menyediakan hasil produksi yang dapat
diterima masyarakat pada tingkat harga terjangkau (murah).
Upaya di atas didukung pula
oleh aksi anti korupsi yang diarahkan untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi.
Ketika berbagai pungutan liar, serta penyalahgunaan kewenangan anggaran, dan
berbagai penggelembungan anggaran telah terkurangi, bahkan dihilangkan, maka
efisiensi produksi nasional relatif akan tercapai.
Berbagai usaha di atas tengah
dilakukan, efisiensi ekonomi masih merupakan tujuan, hal ini mengandung arti
bahwa harga barang dan jasa yang diproduksi perusahaan dalam negeri baik kecil,
menengah, maupun besar relatif masih mahal, jika proses produksi menggunakan
bahan baku impor maka tentu harga komoditas tersebut semakin mahal, sebab kurs
dollar terhadap rupiah masih tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih